Akan Hapus Ujian Nasional - Praktisi Pendidikan Mendukung

 border=
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dikabarkan sedang mempertimbangkan menghapus Ujian Nasional. Rabu, 27 November 2019, Kemendikbud  saat ini tengah mematangkan rencana menghapus Ujian Nasional. 
Dalam laporan itu disebutkan, seorang pejabat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, serta seorang anggota staf khusus Mendikbud Nadiem Makarim, ikut membedah persoalan ini bersama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Selasa.
Ketua BSNP, Abdul Mu’ti, membenarkan adanya pertemuan yang mengulas evaluasi kebijakan dan regulasi untuk meningkatkan mutu pendidikan itu. “Kami mengeksplorasi berbagai sistem evaluasi, salah satunya soal ujian nasional,” kata Abdul
Namun, menurut dia, diskusi yang berlangsung selama dua jam itu belum secara khusus membahas persoalan ujian nasional. Pembahasan masih berkutat perihal kebijakan tentang peningkatan mutu pendidikan. Meski belum ada keputusan resmi, Abdul Mu’ti memastikan lembaganya setuju jika Kementerian Pendidikan menghapus ujian nasional. “Secara kelembagaan, BSNP akan mengikuti apa pun keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Abdul Mu’ti.
Menurut Sekretaris BSNP Arifin Junaidi, ada dua pilihan yang berkembang saat ini, yakni menghapus ujian nasional atau tetap mengadakan ujian nasional tapi tidak lagi diperuntukkan bagi siswa kelas III sekolah menengah atas (SMA) ataupun sekolah menengah pertama (SMP). Ujian nasional, kata dia, akan dikhususkan bagi siswa kelas II atau kelas VIII SMP dan kelas XI SMA. “Tapi, sampai saat ini, belum ada yang final. Yang sudah final itu adalah ujian nasional tetap ada pada 2020,” katanya.
Arifin mengatakan tujuan ujian nasional yang dikhususkan untuk siswa kelas II itu memberi kesempatan bagi sekolah untuk mengevaluasi dan memperbaiki kemampuan siswanya. Dia menambahkan, ujian nasional kelak tidak lagi hanya bertujuan memenuhi standar kompetensi lulusan.
Keinginan menghapus ujian nasional pertama kali dicetuskan oleh Nadiem Makarim dua pekan setelah ia resmi menjabat Mendikbud. Nadiem mengatakan akan mengkaji pelaksanaan ujian nasional serta penerimaan siswa baru berdasarkan zonasi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan Kementerian tengah membuat penilaian sebagai pengganti ujian nasional dan ujian sekolah berbasis nasional. Perubahan assessment dibuat karena kualitas pembelajaran di sekolah yang masih rendah. “Percakapannya ihwal apa yang dibutuhkan anak untuk masa depan, seperti keterampilan berpikir,” katanya.
Ia mengatakan Kementerian Pendidikan berencana mengumumkan perubahan assessment tersebut saat pengumuman Programme for International Student Assessment (PISA), pekan depan. PISA adalah evaluasi sistem pendidikan di 72 negara, termasuk Indonesia, yang digagas Organisation for Economic Cooperation and Development.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan, Ade Erlangga Masdiana, membenarkan Kementerian sedang mengkaji ujian nasional. Namun tak akan membuat keputusan apa pun soal ujian nasional sebelum hasil kajian tersebut rampung.
Meski begitu, ia memastikan, Ujian Nasional 2021 akan berbeda dengan saat ini. Tapi ia masih merahasiakan perbedaan tersebut. “Belum bisa disampaikan. Tunggu saja,” kata Ade.  

Praktisi Pendidikan Mendukung, Akan Hapus Ujian Nasional

Rencana Mendikbud Nadiem  Makarim meninjau Ujian Nasional mendapat dukungan dari pegiat pendidikan. Mereka menganggap alat ukur untuk menilai kualitas pendidikan tidak hanya melalui ujian nasional.
Pakar pendidikan dari Center of Education Regulation and Development Analysis, Indra Charismiadji, berpendapat, hingga saat ini, ujian nasional gagal menjadi tolok ukur untuk melihat kualitas murid. "Ujian nasional itu seperti timbangan yang rusak karena tidak mengukur kualitas anak," kata Indra - Rabu, 27 November 2019.
Ujian Nasional untuk 2020 tetap dilaksanakan, namun setelah itu akan berubah. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan, Ade Erlangga Masdiana, mengatakan Ujian Nasional 2021 akan berbeda dengan saat ini. Tapi ia masih merahasiakan perbedaan tersebut. “Belum bisa disampaikan. Tunggu saja,” kata Ade.  
Indra mengatakan urusan pendidikan semestinya bukan hanya soal angka-angka yang dicapai murid, melainkan juga bagaimana pendidikan itu menghasilkan suatu karya. Dengan demikian, hasil karya guru ataupun murid tersebut semestinya menjadi portofolio buat mereka. "Negara-negara lain juga sudah menghapus standardisasi tes model ujian nasional. Ini era portofolio," ujarnya.
Persoalan ujian nasional sudah lama menuai polemik. Ujian nasional di sekolah dasar dan menengah berkali-kali berganti format dan nama dalam tujuh dekade terakhir. Saat Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 2015, misalnya, Kementerian Pendidikan membuat kebijakan bahwa ujian nasional bukan lagi satu-satunya penentu kelulusan murid. Selain berdasarkan hasil ujian nasional, sekolah—melalui rapat dewan guru—berwenang menentukan kelulusan siswa.
Satu tahun berikutnya, Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy berikhtiar mengembalikan posisi ujian nasional sebagai penentu kelulusan siswa. Keinginan Muhadjir menuai penolakan dari berbagai kalangan. Hingga Nadiem Makarim menggantikan posisinya pada Oktober lalu, Muhadjir tak berhasil mengubah format ujian nasional tersebut.
Dua pekan setelah menjabat Menteri Pendidikan, Nadiem berencana mengevaluasi ujian nasional. Rencana ini sebagai jawaban atas arahan Presiden Joko Widodo, yang meminta Nadiem merombak kurikulum pendidikan saat ini. "Fungsi dan penyelenggaraan ujian nasional dan zonasi sedang kami kaji," kata Nadiem.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, Satriwan Salim, mengatakan ujian nasional tidak menjadi standar kelulusan yang adil bagi semua murid. Sebab, kata dia, siswa yang berada di daerah pelosok tidak memiliki fasilitas belajar-mengajar yang memadai, selayaknya sarana pendidikan di perkotaan.
Satriwan mengatakan lembaganya mendukung Kementerian Pendidikan untuk menghapus ujian nasional. Namun, kata dia, sekolah tetap wajib mengevaluasi proses belajar-mengajar pada pertengahan atau akhir tahun ajaran. "Apa pun namanya, evaluasi harus tetap ada untuk pemetaan kualitas proses belajar," ucapnya.
Berbeda dengan Satriwan, anggota Badan Akreditasi Nasional Sekolah, Itje Chodidjah, menolak penghapusan ujian nasional. Ia mengatakan ujian nasional harus tetap ada, tapi tidak menjadi satu-satunya alat ukur untuk mengetahui ketercapaian tujuan kurikulum.
"Ada aspek keterampilan dan non-kognisi yang tidak bisa diukur lewat ujian, harus lewat assessment guru setiap hari," kata Itje. Ia menyarankan ujian nasional digelar pada pertengahan tahun ajaran, sehingga hasil ujian itu menjadi bahan evaluasi di sekolah.
Berita ini sudah dimuat di  Tempo.co
 border=